Jiwa Seorang Hamba Pada Detik-Detik Mangkatnya
Dalam suatu hadith tentang kematian, sahabat yang menyampaikannya bertutur bahwa dia pergi bersama Rasul serta beberapa rekan ke pemakaman. Penggali kubur masih bekerja, sehingga tiap orang duduk menanti. Setelah beberapa saat, Rasul mengangkat wajah dan berkata dua tiga kali: “Berlindunglah kepada Allah dari siksaan kubur!” Kemudian beliau melanjutkan:
“Jika jiwa seorang hamba setia dicabut dan dihadapkan ke alam barzakh, para malaikat turun dari Surga dengan wajah-wajah sarat sinar. Mereka membawa serta setangkup daunan dan sejumput minyak harum dari Taman Surga. Berderet mereka duduk menemani sang hamba dalam deretan sejauh-jauh mata memandang.
Kemudian Malaikat Pencabut Nyawa mendekat dan duduk di sisi kepalanya. Dia berkata: ‘Wahai jiwa yang tenteram, keluarlah menuju ampunan dan kasih Allah!’ Seketika jiwa sang hamba pun mengalir lancar meninggalkan jasadnya ibarat tetes hujan meluncur di batang bambu.
Malaikat Pencabut Nyawa pun menyambutnya dan langsung meletakkannya pada tangkup daunan dan wewangian dari Taman Surga tadi. Jiwa sang hamba setia itu sendiri semerbak seperti tetumbuhan terharum di permukaan bumi.
Para malaikat pun mengusungnya, dan pada tiap himpunan malaikat yang dilewati, mereka selalu bertanya, ‘Dari manakah wewangian seharum ini?’ Mereka menjawab: ‘Dari A, putra/putri B,’ dan menyebutnya dengan nama terindah di alam barzakh. Jangan Lewatkan: Siapakah Suami Muslimah ahli Surga, Padahal Suaminya dinikahkan dengan bidadari?
Ketika mereka sampai di Surga, mereka meminta agar gerbangnya dibuka untuk sang hamba. Dan di setiap jenjang Surga para malikat menyongsong dan mengangkatnya ke Surga yang lebih tinggi hingga ke jenjang Surga ketujuh.
Lalu Allah berfirman, ‘Tuliskan buku hambaKu ini dalam Illiyun, dan kembalikan dia ke dunia, sebab dari situlah Aku menciptakannya, ke situ pula Aku memulangkannya, dan dari situ pulalah Aku akan mengangkatnya nanti.’
Jiwa sang hamba pun lantas dikembalikan ke jasad matinya. Dua malaikat datang dan berkata kepadanya: ‘Siapa Tuhanmu?’ Dia menjawab, ‘Tuhanku Allah.’ Mereka bertanya lagi, “Apa agamamu?’ Dia menjawab, ‘Islam.” Mereka lanjut,”Siapakah manusia yang dihadirkan di tengah-tengahmu?’ Dia menjawab, “Dia adalah utusan Allah.’ Mereka bertanya lagi, ‘Apa pengetahuanmu,’ Dia menjawab, ‘Saya telah membaca Kitab Allah, meyakininya, dan mengakui kebenarannya.’
Kemudian suara pun bergema dari Surga, “HambaKu telah menyatakan yang benar. Hamparkanlah karpet baginya di Taman Surga, berilah dia pakaian dari Surga, dan bukakan baginya gerbang ke Taman.’ Lalu mengalirlah kepadanya makanan serta wewangian, dan kuburannya pun diluaskan selapang-lapangnya.
Seseorang berwajah rupawan, berpakaian bagus, dan meruakkan bau harum lalu datang kepada sang hamba setia itu dan berkata, ‘Aku menyampaikan berita yang akan membuatmu bahagia. Inilah hari yang dijanjikan bagimu.’
Sang hamba berkata, ‘Siapakah engkau? Wajahmu memang pantas menyiratkan kabar sukacita.’
Si rupawan menjawab, ‘Aku adalah jelmaan segenap amal baikmu.’
Lalu sang hamba pun menengadahkan tangannya, ‘Tuhanku, datangkanlah Saat itu! Tuhanku, datangkanlah Saat itu, agar aku bisa berkumpul kembali dengan semua yang aku cintai dan segala yang aku hargai!’
[Terjemahan bebas MP dari bagian “The Barzakh” pada Bab II (Iman) dalam mahakarya Sachiko Murata & Willaim C. Chittick, THE VISION OF ISLAM, hal. 227-8]
Posting Komentar untuk "Jiwa Seorang Hamba Pada Detik-Detik Mangkatnya"