The Real Millionaire ABDURRAHMAN BIN AUF R.A
Harta benda bertekuk lutut dibawah kakinya dan hanya mampir ditangannya, tidak pernah masuk ke hatinya. Ibnu Auf berbeda dengan orang-orang dijaman kita yang hatinya sudah dipenuhi cinta pada dunia, padahal kekayaan belum sampai ditangan, baru bayangan di kepalanya. Huuuh...! (Al Fakir)
Bagian 1
Apa Yang Membuatmu Menangis, wahai Abu Muhammad?
Debu tebal mengepul ke udara dikejauhan, terlihat dari dataran tinggi di pinggir kota Madinah yang tenang. Makin lama makin tinggi bergumpal-gumpal hampir menutupi angkasa, terus mendekati kota. Semakin dekat gumpalan debu dan butiran-butiran pasir sahara yang lembut terbang menghampiri pintu-pintu rumah penduduk Madinah.
Ada badai gurun-kah?
Samar-samar mulai terlihat rombongan besar dibawah kepulan debu yang semakin tinggi. Semakin dekat tapi belum terlihat jelas. Terbersit kabar bahwa mereka adalah kafilah dagang dengan kendaraan penuh muatan. Kafilah yang sangat panjang memenuhi jalan-jalan dan membuat gaduh kota Madinah.
Orang-orang saling memanggil, mengajak sesamanya untuk melihat keramaian ini serta turut gembira atas kedatangan harta dan rezeki yang dibawa kafilah itu.
Ketika mendengar hiruk-pikuk kafilah bergemuruh bercampur dengan suara sahut-sahutan penduduk Madinah, Ummul Mukminin Aisyah bertanya, “Apa yang terjadi di Madinah?”
Terdengar ada yang menjawab, “Kafilah Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam membawa barang-barang dagangannya.”
“Jadi, kafilah itu yang membuat semua kegaduhan ini?” Tanya Ummul Mukminin.
“Benar, wahai Ummul Mukminin. Semuanya 700 kendaraan penuh muatan.”
Ibunda Aisyah RA menggelengkan kepalanya. Pandangannya menerawang jauh seolah-olah sedang mengingat peristiwa yang pernah dilihat atau ucapan yang pernah didengarnya, kemudian berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Aku melihat Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak’.” (sebagian ulama hadits men-dha’if-kan hadits ini)
Merangkak? Mengapa Ibnu Auf tidak memasukinya dengan melompat girang atau berlari-lari kecil riang bersama angkatan pertama para shahabat Rasulullah ﷺ?
Seorang shahabat menyampaikan cerita Ibunda Aisyah RA ini kepada Abdurrahman, maka dia pun ingat telah mendengarkan hadits ini dari Rasulullah ﷺ lebih dari satu kali dan dengan redaksi yang berbeda-beda. Dia memang tidak pernah melupakannya.
Sebelum tali pengikat barang dagangan dilepas, Abdurrahman melangkahkan kakinya ke rumah Ibunda Aisyah RA lalu berkata kepadanya, “Engkau telah mengingatkanku suatu hadits yang tidak pernah kulupakan. Maka saksikanlah, kafilah ini dengan semua muatannya beserta kendaraan dan perlengkapannya, aku persembahkan di jalan Allah Azza wa Jalla,” tambahnya.
KISAH SAHABAT RASULULLAH SAW
Serial Kumpulan Kisah Sahabat Nabi Yang Mengagumkan , Menginspirasi dan jarang diketahui serta mengharukan yang telah dikemas singkat dan lengkap untuk dijadikan teladan bagi kehidupan umat Muslim berdasarkan Al Qur'an dan hadist Rasulullah Muhammad SAW.
Setelah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan. Meski mungkin dilalui dengan gembira karena besarnya keuntungan yang didapat. Tapi belum istirahat barang sejenak dan tanpa pikir ini itu, tujuh ratus kendaraan dan muatannya serta seluruh perlengkapannya dibagi-bagikan kepada seluruh penduduk Madinah dan sekitarnya sebagai hadiah cuma-cuma tanpa minta balasan apapun.
“Bukankah alur cerita selanjutnya adalah pesta minuman, cerutu, dan nyanyian?.” kata para penulis skenario film Barat. Oh tidak, kami sedang cerita tentang generasi manusia terbaik, bukan jaman ini. Bahkan kami hanya mengenal yang begitu dari budayamu saja.
Hmmm... Abu Muhammad, sungguh engkau sangat dermawan. Jika engkau bukan sahabat Rasulullah ﷺ, mungkin orang menganggap ini semua hanya dongeng yang dibuat-buat. Atau langsung dibilang hoax hanya karena engkau orang Arab.
Peristiwa ini saja sudah cukup untuk mengukir sebuah gambaran yang sempurna tentang kehidupan Sang Miliuner yang juhud, Abdurrahman bin Auf.
Dia pebisnis sukses yang tercatat sebagai sahabat Rasulullah ﷺ paling kaya. Seorang Muslim yang bijaksana, yang tidak ingin bagian dari keuntungan agamanya hilang begitu saja. Tidak sudi kekayaannya membuat dirinya tertinggal dari kafilah iman dan pahala surga. Untuk itu, ia mendermakan harta kekayaannya dengan kemurahan hati dan kesadaran nurani.
Pada bagian selanjutnya kita akan saksikan keseharian tokoh besar sahabat ini.
Suatu ketika, Abdurrahman mengundang sebagian shahabatnya untuk jamuan makan di rumahnya. Setelah makanan disajikan, Abdurrahman menangis sehingga shahabatnya bertanya, “Apa yang membuatmu menangis, wahai Abu Muhammad?”
Ia menjawab, “Rasulullah ﷺ telah wafat, semasa hidupnya beliau beserta keluarganya tidak pernah merasakan kenyang makan roti gandum. Apa harapan kita bila dipanjangkan usia tetapi tidak menambah kebaikan bagi kita?”
Suatu hari yang lain dihidangkan kepadanya makanan untuk berbuka puasa. Ketika pandangannya tertuju pada hidangan tersebut, selera makannya pun bangkit. Namun, ia justru menangis sambil berkata :
“Mush’ab bin Umair telah gugur sebagai syahid, dan ia jauh lebih baik daripada aku. Ia hanya mendapatkan sehelai kain kafan, jika ditutupkannya ke kepalanya terbuka kedua kakinya. Dan jika ditutupkan kedua kakinya, terbuka kepalanya.
Hamzah juga lebih baik daripada aku. Ia gugur syahid dan saat akan dikuburkan hanya mendapatkan sehelai selendang untuk kafan. Dunia telah dihamparkan kepadaku seluas-luasnya dan laba sebesar-besarnya. Sungguh aku khawatir bila pahala kebaikanku telah disegerakan balasannya di dunia ini.”
Abdurrahman bin Auf adalah sosok miliuner yang zuhud. Sebagian ahli sejarah Islam menggambarkanya sebagai orang kaya rendah hati yang tidak mencintai dunia.
Harta benda bertekuk lutut dibawah kakinya dan hanya mampir ditangannya, tidak pernah masuk ke hatinya. Berbeda dengan jaman kita yang materialistik, hati sudah dipenuhi cinta pada dunia, padahal kekayaan belum sampai ditangannya. Baru bayangan di kepala. Huuuh...!
Dari awal sampai akhir kisah Abdurrahman bin Auf penuh dengan pengorbanan, sebelum melangkah lebih jauh, sebaiknya kita kenali lebih dekat sosok sahabat As-Sabiqunal Awwalun ini.
Abdurrahman bin Auf lahir 10 tahun setelah Tahun Gajah. Terpaut 10 tahun lebih muda dari Rasulullah ﷺ. Ia meninggal 652 pada umur 72 tahun (75 tahun pada riwayat yang lain). Ia termasuk sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang terkenal. Salah seorang dari As-Sabiqunal Awwalun, sahabat-sahabat yang lebih dulu masuk Islam, dia bersyahadat dua hari setelah Abu Bakar.
Abdurrahman bin Auf berasal dari Bani Zuhrah. Saudara sepupunya Sa'ad bin Abi Waqqas R.A. Abdurrahman adalah suami dari saudara seibu Utsman bin Affan R.A., yaitu anak perempuan dari Urwa bint Kariz (ibu Utsman) dengan suami keduanya.
Abdurrahman masuk Islam sejak fajar menyingsing, sejak permulaan dakwah, yakni sebelum Rasulullah ﷺ memasuki Darul Arqam dan menjadikannya sebagai tempat pertemuan rahasia dengan para shahabatnya yang beriman.
Sejak menganut Islam sampai berpulang ke Rahmatullah, ia selalu menjadi teladan yang cemerlang sebagai seorang mukmin yang besar. Hal ini menyebabkan Nabi ﷺ memasukkannya ke dalam sepuluh orang yang telah diberi kabar gembira sebagai ahli surga.
Sigapnya Abdurrahman masuk Islam menyebabkan dirinya terus mengalami kriminalisasi, penganiayaan dan penindasan dari Quraish. Ketika Nabi ﷺ memerintahkan para shahabatnya hijrah ke Habasyah, Abdurrahman pun ikut berhijrah. Ia kemudian kembali lagi ke Mekkah, lalu hijrah untuk kedua kali ke Habasyah, dan selanjutnya hijrah ke Madinah. Ia ikut bertempur dalam Perang Badar, Uhud, dan peperangan lainnya.
Amirul Mukminin Umar bin Khatab RA menjelang wafatnya, pernah mengangkat Abdurrahman bin Auf sebagai anggota majelis syura yang terdiri dari enam orang, yang merupakan calon khalifah yang akan dipilih sebagai penggantinya. Kala itu Umar berpesan, “Rasulullah wafat dalam keadaan ridha kepada mereka.”
KISAH SAHABAT NABI
Meneladani Kehidupan
Generasi Terbaik
Posting Komentar untuk "The Real Millionaire ABDURRAHMAN BIN AUF R.A"