Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puasa Ramadhan Dan Peningkatan Nilai

Umat Islam seluruh Dunia bersiap menjalankan puasa di bulan Ramadhan. Puasa sebagai salah satu rukun Islam, adalah komponen penting dari ibadah kita , dan program integral untuk peningkatan spiritual dan moral dasar manusia, untuk perbaikan karakter manusia, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat, juga kemajuan masyarakat.

Meningkatkan derajat dengan puasa

Pengembaraan Rohani

Ramadhan, bulan pelatihan etika berintensitas tinggi ini, ketahuilah bahwa mereka yang berpuasa itu sedang dalam perjalanan, yang disebut dalam Al-Qur'an sebagai sa'ihun - Sa'ihun secara harfiah berarti musafir dan banyak ulama menyebutkan bahwa ini merujuk pada orang yang berpuasa. Sebagian ulama bahasa Arab menyatakan bahwa orang yang berpuasa disebut musafir (sa'ih), "pengelana spiritual".

Tapi perjalanan menuju apa? Di sinilah nilai-nilai fundamental menjadi penting. Nilai sangat penting untuk pengembangan spiritualitas, moralitas, dan karakter kita. Apakah kita setelah Ramadhan lebih baik daripada ketika memasuki Ramadhan, tergantung pada bagaimana kita memprioritaskan dan mengaktualisasikan nilai-nilai kita. "Nilai" ini akan membantu kita mencari tahu apa yang kita inginkan dari hidup, dan membantu kita berperilaku dengan cara sesuai apa dan menjadi siapa yang sebenarnya kita inginkan. Saat kita menghadapi tantangan, nilai-nilai kitalah yang memandu dan menginformasikan keputusan kita. Nilai derajat kita mengungkapkan siapa kita.

Hidup dengan nilai derajat kita yang lebih tinggi membutuhkan kedewasaan moral, dan memerlukan tanggung jawab atas hidup kita sendiri, membuat keputusan rasional yang mencerminkan hal terbaik yang dapat kita tawarkan. Tolok ukur kedewasaan, bagaimanapun, adalah integritas pribadi; menerapkan nilai-nilai dasar pada proses pengambilan keputusan dan menjadi baik secara konsisten. Pada kenyataannya, integritas adalah tentang berpikir dan bertindak dengan cara yang mencerminkan kepribadian seseorang yang rasional.

Puasa dan Takwa

Dalam Islam, nilai-nilai tertanam dalam ihsan (kebaikan), dilandasi dan dimotivasi oleh ikhlas (ketulusan niat dan ketulusan dalam tujuan), diwujudkan dalam 'amal salih' (perbuatan baik yang bermanfaat) dan dalam mengejar taqwa.

Taqwa adalah puncak perkembangan spiritual dan moral manusia [ Quran 49:13 ], dan tujuan utama puasa yang ditentukan oleh Allah adalah takwa [ Quran 2:183]. Puasa dan mengejar taqwa sangat dipersonalisasi, itu merupakan bagian integral dari keseluruhan nilai-nilai kita yang tertanam dalam ihsan.

Puasa dengan demikian bukan hanya tentang tidak makan dan minum, puasa adalah pantang dari ketidakpedulian terhadap martabat manusia. Dalam hadist Nabi Muhammad (saw), "Barangsiapa yang tidak meninggalkan berbohong, perbuatan jahat, dan berbicara kata-kata buruk kepada orang lain dan bertindak bodoh; Allah tidak menerimanya (puasa) kecuali hanya mereka meninggalkan makan dan minumnya.” [ Bukhari:6057 ], Orang yang bersegera menolong janda, atau anak yatim ibarat mujahid di jalan Allah, seperti orang yang shalat malam dan puasa sepanjang hari. [ Tirmidzi:1969 ).

Bukti terbaik dari ketaqwaan dinyatakan melalui komitmen untuk mewujudkan keadilan sosial, “Pastikan kamu berlaku adil, keadilan adalah yang paling dekat dengan ketaqwaan” [Quran 5:8]. Kita tidak bisa benar-benar menjalani Ramadhan , dengan semua upaya pribadi kita pada tingkat kesadaran spiritual yang tinggi dan mengkalibrasi ulang moral kita melalui siyam (puasa) dan qiyam (sholat malam), tanpa kesadaran sosial; tanpa peduli tentang penderitaan mereka yang putus asa, tertindas dan terampas.

Sebagai seorang Muslim, kewajiban di antara nilai-nilai tersebut adalah memastikan bahwa mereka yang memiliki kekuasaan (pemimpin) harus mengabdi sebagai pemimpin bagi umat; kita yang berada di tengah, untuk mengangkat orang lain dengan apa yang kita miliki; agar ummat Islam tidak akan terbagi oleh perpecahan yang tidak perlu Alih-alih terganggu, kita akan dipersatukan oleh Al-Qur'an; "berpegang teguh pada ikatan Allah" [Quran 3:103]; dan bermusyawarah satu sama lain untuk menyelesaikan masalah yang kita hadapi. Itu dapat membuka jalan untuk membuat hidup banyak orang akan berharga dan bermakna. Tepat sekali kata-kata Nabi; “Ketika para pemimpinmu adalah yang terbaik di antara kamu, ketika yang paling kaya adalah yang paling dermawan di antara kamu, dan urusanmu dilakukan dengan musyawarah di antara kamu, maka hidup di muka bumi bagimu lebih baik daripada kematian [Timidhi:2266].

Komitmen Pribadi Terhadap Ihsan

Untuk menaikkan derajat (nilai) kita sendiri, biarlah Ramadhan ini benar-benar menjadi bulan perkembangan moral yang intens dan pembaruan spiritual. Nabi menasihati perlunya keikhlasan baik secara pribadi maupun di depan umum, keadilan pada saat marah atau gembira, pengendalian diri pada saat kekurangan atau kelimpahan; memaafkan bagi mereka yang mungkin berbuat salah, kemurahan hati bagi mereka yang mungkin tidak dapat membalas, dan yang memutuskan hubungan agar memperbaiki hubungan, oleh karena itu mari kita bersegera untuk melakukan perbuatan baik [Muslim Hadits] dan "ketahuilah bahwa Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik" [Quran 2:195].

Jadi, Ramadhan kali ini, mari kita berkomitmen untuk membersihkan hati dan pikiran kita dari segala pikiran dan emosi yang bisa merusak. Mari kita bersihkan diri kita dari penyakit moral seperti kesombongan, kecemburuan sosial, kedengkian, fitnah, kemarahan, pembenaran diri sendiri, ketidakjujuran, kepura-puraan, keegoisan, keangkuhan, keserakahan, iri hati, kefanatikan, kebencian, egoisme, balas dendam, cinta berlebihan terhadap dunia, manipulasi kekuasaan, dan penyalahgunaan nikmat Allah.

Sebaliknya, marilah kita mengisi hati kita dengan motivasi inspirasional positif yang mengarah pada hal yang membangun; perbuatan yang mencerminkan iman kita, perbuatan yang dilakukan dengan kemurnian niat, perbuatan yang berasal dari empati, kasih sayang, kebaikan, kejujuran, amanah, rendah hati, ketulusan; semua sifat yang mencerminkan ihsan.

Ihsan memerlukan perbuatan baik yang berasal dari pikiran yang sehat, dimotivasi dari hati yang bersih; dan hati yang bersih itulah paspor kita menuju surga. Mari kita merenungkan firman Allah; persiapkan diri Anda untuk tidak menjadi salah satu dari mereka yang menyesal pada hari kiamat ketika kekayaan materi dan status keluarga tidak lagi berguna, Apa yang lebih bermanfaat saat itu adalah " orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang murni dan bersih" "[Quran 26:89].

Jadi, jika kita benar-benar bisa melibatkan hati kita, itu akan membuka pikiran dan meningkatkan wawasan kita; membangkitkan pemahaman kita menjadi lebih tinggi, dan kemudian kita dapat melihat inti dari tindakan kita di luar ritual yang tampak. Pemahaman akan Allah diperlukan untuk menjalankan takwa difasilitasi melalui ihsan; "Taatilah Allah seolah-olah kamu mengenal Allah, karena Dia selalu memperhatikanmu" [Bukhari: 4777].

Raih Kesempatan

Pada level pribadi, biarkan perjalanan Ramadhan kita menjadi langkah menuju diri yang lebih baik. Ketahuilah bahwa hari esok kita ditentukan oleh langkah-langkah yang kita ambil setiap hari. Biarkan setiap sahur dan setiap buka puasa menjadi waktu untuk introspeksi. Sadarilah bahwa setiap matahari terbenam memberi kita satu hari lebih sedikit untuk hidup, tetapi setiap matahari terbit juga memberi kita satu hari lebih banyak untuk berharap.

Nikmati setiap langkah, jadikan lapar sebagai kontrol; perlakukan setiap momen dengan bijak, karena kita tidak tahu berapa banyak lagi momen yang ada sebelum semua momen kita di dunia ini berakhir. Berapa banyak orang tersayang, yang telah meninggal dalam beberapa bulan terakhir, mereka tidak mengetahui bahwa mereka tidak akan menyaksikan bulan Ramadhan lagi. Meskipun hari kemarin kita telah berlalu, hari kemarin itu masih hidup di dalam hati kita karena kenangan… Hari esok kita diantisipasi karena harapan; maka dari itu jadikan setiap momen di bulan ramadhan sebagai kenangan indah untuk masa depan agar esok hari tidak menjadi sebuah penyesalan.

Ingatlah, ini tentang kemurnian dan kebaikan. Mari bertanya pada diri masing-masing. Berapa Ramadhan yang telah berlalu, (seharusnya) berapa Ramadhan yang telah kita tinggalkan? Jangan tinggalkan Ramadhan yang akan datang dengan mengatakan “Seandainya saya telah melakukan itu”; lebih baik akhiri Ramadhan dengan mengatakan "Saya senang saya melakukan itu. Semoga bermanfaat.

Posting Komentar untuk "Puasa Ramadhan Dan Peningkatan Nilai"