Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sang Kandidat Khalifah? ABDURRAHMAN BIN AUF R.A.

“Demi Allah, seandainya pisau diletakkan di leherku, kemudian kalian mendorongnya sampai menembus leherku, itu lebih aku sukai daripada menerima jabatan ini.” (Abdurrahman bin Auf R.A.)

ABDURRAHMAN BIN AUF R.A. The Benefactor

Episode 5

“Aku pernah mendengar Rasulullah menyifatimu sebagai orang yang dipercaya oleh penduduk langit dan dipercaya pula oleh penduduk bumi.”(Ali bin Abi Thalib R.A.)

Jika Sa'ad bin Ubadah dicalonkan oleh golongan Anshar sebagai Kandidat Khalifah sebelum dibai'atnya As Shidiq Khalifaturrasul.

Abdurrahman bin Auf cukup mengatakan "ya!" maka saat itu juga dia langsung jadi khalifah. Tapi dia menolaknya.

Menolaknya? Bukankah khalifah adalah kepemimpinan tertinggi umat Islam? Kita ikuti saja kisahnya.

Kekayaan, sama sekali tidak membuat Abdurrahman sombong dan angkuh. Hal ini tergambar dari pernyataan para sahabat Rasulullah ﷺ,

“Seandainya orang asing yang belum pernah mengenalnya kebetulan melihatnya sedang duduk bersama budak-budaknya, niscaya ia tidak bisa membedakan di antara mereka.”

Namun jika orang asing itu telah mengenal lebih dekat sosok Abu Muhammad, begitu para sahabat biasa memanggil Abdurrahman bin Auf, maka ia akan terkagum-kagum. Bukan karena rendah hati dan sikap zuhud Sang Milyuner. Karena hal itu sudah dianggap biasa oleh para sahabat Rasulullah ﷺ yang mengenalnya.

Tapi bekas luka permanen dalam tubuhnya cukuplah sebagai bukti bahwa orang kaya ini tidak hanya penyumbang armada dan logistik perang. Tapi juga kepahlawanannya dalam berbagi jihad fi sabilillah tidak diragukan lagi.

Para ahli sejarah Islam menggambarkan Abdurrahman bin Auf berperawakan tinggi, wajahnya bersinar, berkulit halus, kakinya pincang, dan sedikit cadel. Perang Uhud memberinya 20 luka pada sekujur tubuhnya, salah satunya membuat kakinya pincang, beberapa giginya tanggal sehingga berdampak pada logat bicaranya.

Semoga Allah meridhai Abu Muhammad!

Pada bagian akhir dari kisahnya, kita akan melihat sisi lain dari kehidupan Sang Milyuner.

Dalam teori modern, Maslow memandang kekayaan adalah sebagai alat untuk kekuasaan yang merupakan puncak eksistensi diri. Selain itu, orang kaya yang berkuasa, memiliki kekuasaan untuk menambah dan menumpuk harta demi mempertahankan kekayaan dan kekuasaan. Ini dianggap sebagai tabiat yang umum pada manusia, dimana orang kaya gandrung pada kekuasaan.

Tapi, teori Maslow ini terpatahkan oleh Abdurrahman bin Auf, karena bagi Ibnu Auf kekayaan hanyalah alat untuk mengabdikan diri total pada Sang Pencipta. Bahkan tidak sedikitpun dia tertarik pada kekuasaan. Padahal yang ditawarkan kepadanya adalah "jabatan" paling bergengsi didunia sebagai khalifah. Pemimpin tertinggi Super State yang telah meruntuhkan dominasi Romawi di barat dan Persia di timur.

Menjelang akhir hayatnya, Khalifah Umar memilih enam orang yang diberi tanggungjawab untuk menggantikan dirinya sebagai khalifah. Sementara telunjuk para sahabat terarah pada sahabat Rasulullah ﷺ yang mulia ini. Tapi Abdurrahman menolak keras dengan kalimat yang terkenal,

Demi Allah, seandainya pisau diletakkan di leherku, kemudian kalian mendorongnya sampai menembus leherku, itu lebih aku sukai daripada menerima jabatan ini.

Dalam bahasa kita sekarang mungkin kurang lebih, “Lebih baik mati daripada menjadi khalifah.”

Ibnu Auf lebih tahu tentang dirinya, dan diapun paham betul amanah besar pada posisi khalifah.

Kisah lengkapnya adalah sebagai berikut :

KISAH SAHABAT RASULULLAH SAW
Serial Kumpulan Kisah Sahabat Nabi Yang Mengagumkan , Menginspirasi dan jarang diketahui serta mengharukan yang telah dikemas singkat dan lengkap untuk dijadikan teladan bagi kehidupan umat Muslim berdasarkan Al Qur'an dan hadist Rasulullah Muhammad SAW. 

Menjelang akhir hayatnya, dalam situasi kritis akibat tikaman belati Abu Lu'lu'ah, Umar bin Khattab menunjuk suatu dewan berisi enam anggota yang diminta untuk memilih salah satu dari mereka sebagai khalifah penggantinya. Dewan ini terdiri dari Sa`ad bin Abi Waqqas, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Ali bin Abi Thalib, dan Utsman bin Affan.

Untuk mengatur dan memastikan agar tidak seorang pun dapat menghentikan proses pemilihan, Umar mengatakan bahwa mereka semua harus sepakat dengan suara bulat pada khalifah berikutnya dan ia menugaskan Abdullah bin Umar untuk membunuh satu orang yang berpendapat berbeda dari yang lain.

Inilah redaksi perintah Umar Al-Faruq menurut Ath-Thabari :

Wahai kelompok Muhajirin! Sesungguhnya Rasulullah telah wafat, dan dia telah ridha pada kalian. Oleh karena itu, saya telah memutuskan untuk memjadikan pemilihan khalifah dalam musyawarah di antara kalian, sehingga kalian dapat memilih salah satu dari kalian sebagai khalifah.

Jika lima dari kalian menyetujui satu orang, dan ada satu yang menentangnya, maka bunuhlah orang itu.

pihak dan dua orang dipihak lain, maka bunuhlah yang dua orang itu.

Dan jika ada tiga orang di satu pihak dan tiga orang dipihak lain, maka Abdurrahman bin Auf akan memiliki hak suara, dan khalifah akan dipilih olehnya. Dalam hal ini, bunuhlah tiga orang dipihak yang berlawanan.

Jika kalian mau, kalian boleh mengundang beberapa orang petinggi Anshar sebagai pengamat, tetapi khalifah harus salah satu dari Muhajirin, dan tidak salah satu dari mereka (Anshar). Mereka tidak mendapat bagian dalam khilafah itu. Dan pemilihan khalifah baru harus dilakukan dalam waktu tiga hari.

Dari enam anggota, Abdurrahman bin Auf memutuskan untuk mengundurkan diri dari pencalonan, padahal jika mau, sahabat lainnya tentu akan menerima dengan suara bulat. Diapun tidak menunjuk Sa`ad bin Abi Waqqas yang merupakan saudara sepupunya.

Akhirnya Zubair menarik diri dari pencalonan demi mendukung Ali. Sa'ad bin Abi Waqas menarik diri dan mendukung Utsman. Sisanya tinggal Utsman dan Ali. Adapun Thalhah bin Ubaidillah tidak hadir dan tidak kunjung sampai ke Madinah sampai setelah keputusan telah dibuat.

Mereka menerima dengan senang hati agar Abdurrahman bin Auf menetapkan khalifah itu terhadap salah seorang di antara mereka berlima. Ali mengatakan, “Aku pernah mendengar Rasulullah menyifatimu bahwa engkau adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit dan dipercaya pula oleh penduduk bumi.”

Abdurrahman bin Auf diangkat sebagai arbitrator untuk memilih antara dua kandidat yang tersisa.

Abdurrahman bin Auf menghubungi dua kandidat secara terpisah, dia memberi mereka pertanyaan apakah mereka akan mengikuti jejak dari para khalifah sebelumnya. Ali mengatakan bahwa ia akan mengikuti Quran dan Sunnah Muhammad ﷺ. Utsman menjawab pertanyaan

secara afirmatif tanpa syarat apapun.

Akhirnya, Abdurrahman bin Auf memberi keputusan dengan menjatuhkan pilihan pada Utsman bin Affan sebagai khalifah pengganti Al-Faruq. Dan mereka menerimanya dengan suara bulat. Redaksi mengenai musyawarah ini bervariasi, tapi tidak ada calon yang benar-benar terbunuh dalam proses pemilihan ini.

Itulah hakikat seorang lelaki yang kaya raya dalam Islam. Apakah anda memperhatikan bagaimana Islam telah mengangkat dirinya jauh di atas kekayaan dengan segala godaan dan penyesatannya? Dan bagaimana ia menempa kepribadiannya dengan sebaik-baiknya?

Abdurrahman bersiap-siap memulai perjalanannya yang baru, tidak bersama armada dagangnya.

Pada tahun 32 H, tubuhnya berpisah dengan rohnya. Ibunda Aisyah ingin memberiknya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain, dengan memberikan usul kepadanya ketika ia masih terbaring di ranjang menuju kematian agar bersedia dikuburkan di pekarangan rumahnya berdekatan dengan Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.

Namun, ia memang seorang Muslim terdidik, merasa malu bila dirinya diangkat dan disandingkan dalam kedudukan tersebut. Selain itu, ia telah berjanji dengan Utsman bin Maz’un, jika salah seorang meninggal sesudah yang lain, dikuburkan berdampingan.

Abdurrahman bersiap-siap memulai perjalanannya yang baru, air matanya meleleh sedangkan lidahnya bergerak-gerak mengucapkan kata-kata, “Aku khawatir dipisahkan dari shahabat-shahabatku karena kekayaanku yang melimpah ruah.”

Namun, ketenangan dari Allah segera menyelimutinya, lalu senyuman tipis menghiasi wajahnya.  Senyuman sukacita atas kebahagiaan yang menenteramkan jiwa.

Ia memasang telinga untuk menangkap sesuatu seolah-olah ada suara yang lembut merdu yang datang mendekat. Mungkin mengenang kebenaran sabda Rasulullah yang pernah beliau sabdakan, “Abdurrahman bin Auf di dalam surga.”

Atau mungkin juga sedang mendengarkan janji Allah dalam kitab-Nya.

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Meski selalu membagi-bagikan harta kekayaannya. Masih saja banyak harta Abdurrahman yang tersisa. Ketika meninggal pada usia 72 tahun, Abdurrahman bin Auf masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar (sekitar 170 Milyar).

Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2,560,000 Dinar atau sebesar Rp 5,440 trilyun untuk kurs uang rupiah saat tulisan ini dibuat!

Selamat jalan Abu Muhammad

Selamat jalan sahabat bertangan emas
Rasulullah menunggumu ditepi Al Kautsar, sampaikan salam padanya dari kami yang merindukannya
Kiranya Rahmat Allah untukmu

=TAMAT=

Semoga bermanfaat

"Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir." [Al A’raf: 176]

Posting Komentar untuk "Sang Kandidat Khalifah? ABDURRAHMAN BIN AUF R.A."